Cuap-cuap Manis saat Krisis Iklim Makin Menggila

Estimated read time 3 min read

 ternyata bukan cuma isapan jempol. Sejumlah negara di dalam dalam dunia, termasuk  sudah merasakan dampak langsung dari krisis iklim. Masalahnya, sudah cukupkah yang dimaksud digunakan dijalani pemerintah buat menangkalnya?

Dampak krisis iklim yang digunakan hal itu sangat terasa bagi kehidupan sehari-hari di tempat area antaranya, cuaca ekstrem, krisis air bersih, suhu kian memanas, hingga kemarau berkepanjangan yang dimaksud memicu kebakaran hutan serta lahan dalam area beberapa orang wilayah Tanah Air.

Badan Meteorologi, Klimatologi, kemudian Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan suhu rata-rata di dalam area Indonesia melonjak drastis. Untuk tahun ini saja, suhu rata-rata Indonesia naik 0,4 derajat Celsius.

Menurut BMKG, seharusnya rata-rata suhu dalam Indonesia berkisar 26,6 derajat Celsius. Nyatanya, rata-rata suhu sudah mencapai 27 derajat Celsius, bahkan suhu maksimum pada dalam Indonesia sudah mencapai 38 derajat Celsius.

Meningkatnya suhu panas ini juga berimbas pada kenaikan kasus kebakaran hutan serta lahan di tempat tempat Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 499 kejadian karhutla sepanjang Januari sampai Agustus 2023.

Angka itu lebih banyak lanjut tinggi melebihi tahun-tahun sebelumnya. Menurut BNPB sejak 2020 hingga 2022, jumlah keseluruhan agregat kejadian karhutla selalu di dalam area bawah 300, tapi saat ini jumlah agregat agregat kejadian karhutla sudah tembus lebih lanjut tinggi dari 300.

Manis di area area bibir, memutar kata

Joko Widodo sudah menjabat sebagai presiden Indonesia selama dua periode, yakni pada 2014-2019 juga 2019-2023. 20 Oktober ini menandakan sembilan tahun kepemimpinan Jokowi pada dalam Indonesia.

Lalu, apa semata yang mana mana dikerjakan pemerintahan Jokowi untuk menanggulangi krisis iklim yang dimaksud digunakan terjadi?

Pada 2015, Indonesia jadi salah satu negara yang mana menandatangani Perjanjian Paris (Paris Agreement). Di bawah perjanjian itu, negara-negara menyerahkan janji merek itu untuk mengurangi emisi, yang tersebut mana dikenal sebagai Nationally Determined Contribution (NDC).

Pemerintah RI pun menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan upaya sendiri lalu juga 41 persen dengan dukungan internasional hingga 2030.

Namun demikian, komitmen hal hal tersebut dikritik. Climate and Energy Researcher Greenpeace Indonesia Aldila Isfandari menilai komitmen itu cukup longgar melihat dari revisi yang mana dimaksud diambil dari NDC yang telah lama lama di-submit sebelumnya.

Tak cuma sekali itu, Aldila menilai dari sektor energi juga BAU (Business As Usual) menuju 2030 masih longgar yang tersebut hal itu menciptakan komitmen untuk memenuhi target penurunan emisi gagal tercapai.

“Bicara mengenai gagal, sebenarnya kalau kita lihat NDC Indonesia yang dimaksud hal tersebut sudah di area dalam submit bahwa kita bilang mau kurangi emisi kaca 29 persen di dalam dalam 2030 masih sangat tiada ambisius. Jadi sebenarnya komitmen ini dinilai longgar. Indonesia sudah gagal memenuhi itu,” kata Adila saat itu.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP 26 yang mana digunakan digelar di area tempat Glasgow, Skotlandia, 2021 silam, Jokowi menyampaikan pidatonya mengenai krisis iklim. Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan bahwa perubahan iklim adalah “ancaman besar bagi kemakmuran juga perkembangan global”.

Infografis Klaim-klaim Jokowi dalam Pidato Perubahan IklimKlaim-klaim Jokowi di dalam dalam Pidato Perubahan Iklim (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

Basa-basi Tekan Emisi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA


HALAMAN:
1 2 3

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours