Langkah Kominfo Tangkal Konten Negatif pilpres 2024

Estimated read time 4 min read

Kementerian Komunikasi kemudian Informatika (Kominfo) terus memantau kemudian juga menapis penyebaran konten negatif pada tempat ruang digital menjauhi Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024. Hal itu sebagai upaya menjaga pemilihan umum berjalan damai.

“Kami bukan bekerja sendiri tentunya, tetapi juga melakukan kolaborasi dengan berbagai stakeholder yang digunakan mana lain terutama bagaimana melibatkan komunitas – komunitas untuk aware untuk peduli juga konsen dengan penyebaran hoaks ini,” kata Wamenkominfo Nezar Patria dikutip Kamis (19/10).

Nezar menyampaikan, saat ini Kominfo sudah miliki infrastruktur monitoring untuk menangani disinformasi, misinformasi juga juga malinformasi. Selain itu, Kominfo juga bekerja serupa dengan aparat penegak hukum kemudian lembaga terkait dalam melakukan filter terhadap konten negatif.

“Misalnya ujaran kebencian yang digunakan yang berpotensi untuk memecah keutuhan serta mempertajam polarisasi dalam masyarakat,” ujarnya.

Pihaknya tak ingin pemilihan umum 2024 dijadikan sebagai ajang untuk menyebarkan hal-hal negatif yang tersebut digunakan mengusik keutuhan penduduk kemudian bangsa. Kominfo ingin diskusi dapat semata berkembang dengan dinamis.

“Meskipun ada perbedaan pendapat, itu biasa, tapi bukan sampai mengarah pada ujaran kebencian, penyebaran disinformasi kemudian misinformasi yang dimaksud hal tersebut memberikan efek negatif buat masyarakat,” ujar Nezar.

Namun demikian, Nezar menegaskan Kominfo tetap membantu kebebasan berpendapat. Menurutnya, tidak ada ada ada satu kebijakan yang mana mana membatasi kebebasan berbicara kemudian Kominfo terlibat serta menjaga ruang kebebasan berbicara tersebut.

“Kita sudah masuk ke dalam satu alam yang yang disebut demokratis juga kebebasan berbicara adalah salah satu tiang untuk demokrasi. Tapi ruang kebebasan berbicara ini tentu semata diatur oleh beberapa orang regulasi,” ujarnya

“Jangan sampai ruang kebebasan ini digunakan semena-mena untuk menyebarkan ujaran kebencian serta disinformasi yang dimaksud dimaksud menyesatkan penduduk serta juga mempertajam polarisasi,” tandasnya.

Dalam kesempatan ini, Wamenkominfo mengapresiasi CSIS juga Google Indonesia yang dimaksud dimaksud sudah pernah terjadi melakukan survei opini umum terkait pemakaian internet yang mana sehat dalam rangka pilpres 2024.

Menurutnya, hasil survei yang sangat berguna bagi Kementerian Kominfo melakukan tindakan mitigasi untuk menciptakan ruang digital yang digunakan mana sehat.

“Kita mencatat beberapa hasil survei ini sangat berguna yaitu ada peningkatan pemakaian media sosial juga oleh generasi muda. Kemudian bagaimana konten yang dimaksud itu beredar di area tempat jaringan media sosial itu sanggup belaka dilihat dari kecenderungan disinformasi yang tersebut digunakan dihasilkan,” ujarnya.

Minimalkan Banjir Disinformasi

Berkaitan dengan membanjirnya disinformasi mendekati Pemilu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menyatakan arti penting kecepatan dalam menyampaikan informasi dari badan atau lembaga yang dimaksud mempunyai otoritas.

Menurutnya, Indonesia sanggup berkaca dari pengalaman pandemi Covid-19 di dalam tempat mana warga mengetahui informasi dari media yang dimaksud yang bukan ada kredibel sehingga menimbulkan persoalan di dalam tempat masyarakat.

“Fenomena misinformasi muncul akibat informasi atau fakta dari badan otoritas yang mana punya kewenangan, terlambat menginformasikan kepada publik. Kekosongan itulah, orang dari yang dimaksud dengarnya 10 persen dikembangkan menjadi 100 persen. Perlu juga kecepatan pada lembaga yang tersebut mana mempunyai otoritas terhadap isu itu untuk memberikan informasi,” jelasnya.

Menurut Semuel, peran serta para peserta pemilihan umum sangat penting dalam membantu meminimalisir banjir disinformasi. Apalagi, peserta pilpres miliki basis pendukung yang dimaksud digunakan setiap hari selalu dibanjiri beragam informasi.

“Harus ada integritas dari para persertanya sebab kalau tidak, pengikutnya akan lebih banyak tinggi kacau. Untuk itu juga perlu yang tersebut namanya channel-channel resmi dari pada para peserta sebagai rujukan. Kalau ada persoalan, check and re-check-nya pada situ,” tandasnya.

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menilai hasil survei dari CSIS kemudian Google Indonesia dapat menjadi referensi penetapan program ataupun mengkaji ulang program yang tersebut sudah ada di dalam area Kementerian Kominfo.

“Saya sangat berterimakasih dengan hasil kajian ini. Mungkin kita bisa jadi jadi berkolaborasi lebih lanjut besar dalam lagi. Karena banyak sekali program terutama dalam pencegahan hoaks. Kita punya program literasi digital, jangan – jangan fokus literasi digital kita yang mana dimaksud perlu diperbaiki atau ada program lain yang dimaksud perlu diperbaiki,” jelasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours